04 November 2017

MATRA DESA

MATRA PEMBANGUNAN DESA

Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa.  Teknokratisme Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra. Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa sehingga mereka menjadi subyekberdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua, Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa). Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

1)     Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)

Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan, peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol jalannya kegiatan ekonomi dan politik.

2)     Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).
Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan.

Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini, organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas, pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi. 

Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience) dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia lokal.

3)     Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)
Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan.

Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan (metode) ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan kesejahteraan Desa.