MATRA PEMBANGUNAN DESA
Upaya pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan menyelesaikan
masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan kemandirian Desa.
Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan sebagai daya
lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra. Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan
untuk mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan
desa sehingga mereka menjadi subyekberdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil.
Kedua, Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).
Matra ini mendorong muncul dan berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan
rakyat sebagai pemilik dan partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa).
Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan
komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.
1)
Jaring
Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)
Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia
dengan memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan
martabat. Memajukan kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun
kolektif warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya
manusia warga Desa itu yang ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan,
kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu kini telah
berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus dampak yang menghalangi manusia
warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan berkembang dalam
sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Situasi ini
diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar
seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga kehidupan masyarakat
miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra Jaring Komunitas
Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu mendorong ekspansi
kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek kehidupan manusia warga
Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta pengetahuan lokal Desa.
Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan stok pengetahuan
masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan
diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan
balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial
dan budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,
peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya
harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol
jalannya kegiatan ekonomi dan politik.
2)
Lumbung
Ekonomi Desa (Bumi Desa).
Matra kedua dari
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan suatu ikhtiar untuk
mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka mewujudkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung Ekonomi Desa merupakan
pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam pasal 33 UUD
1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian kegiatan ekonomi berdasar
atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta
penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lumbung Ekonomi
Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan untuk mewujudkan
kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi desa. Sebagai basis
kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa melupakan penumbuhan
aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi sumberdaya desa juga
mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan energi yang juga merupakan
kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi desa tercermin dari
berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan penciptaan lapangan
kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong kemampuan
masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui sistem bagi
hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang berkeadilan.
Aktor utama
Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa mengesampingkan
peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal ini berarti
bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif
berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural
masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek
ini, organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk
menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas,
pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa
koperasi, Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha
bersama, atau yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya,
lembaga-lembaga ekonomi ini haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam
menjalankan usaha perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa
misalnya, pembentukan BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh
orang-orang Desa yang teruji secara nilai dan moral, serta memiliki modal
sosial yang kuat, serta mampu mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau
modal, jaringan dan informasi.
Pokok soal yang
utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang memadai sehingga
akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber daya ekonomi
harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses penciptaan
nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai
tambah dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour)
telah menyebabkan terus meluasnya persoalan bangsa, mulai dari: tingginya angka
kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya pengetahuan dan kearifan lokal
warga, terabaikannya peran strategis perempuan, rendahnya daya saing, hingga
meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi sentra inovasi, baik secara
sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial dimaksudkan untuk
meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan memegang kuat
nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara sosial ini
nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience) dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi
secara ekonomi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga
untuk menggeser model ekonomi eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat
ukur keberhasilannya diantaranya: terbukanya lapangan pekerjaan di desa,
meningkatnya nilai tambah produk, serta berkurang tekanan terhadap eksploitasi
sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang inovasi secara teknologi adalah
sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi tepat guna berbasis sumberdaya
alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia lokal.
3)
Lingkar
Budaya Desa (Karya Desa)
Matra ini
merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja budaya
(kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran
melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang tertanam
di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang
meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial,
ekonomi, budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung
pada inisiatif orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material
(ekonomi), tetapi lebih dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar
Lingkar Budaya Desa, gerakan pembangunan Desa haruslah dilakukan karena
kolektivisme, yang di dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan, solidaritas,
dan kesadaran untuk melakukan perubahan secara bersama. Dana Desa dalam konteks
memperkuat pembangunan dan pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar
tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai
tidak terjadi pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan,
bukan kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan
norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code
of conduct, dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan
mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan.
Tiga Matra
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas memiliki
keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan
kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan (metode)
ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan
menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan
dan kesejahteraan Desa.