18 June 2020

Ibuku Orang Gila

Maaf bpk ibu copas kamar sebelah. Ijinkan sy berbagi kisah nyata yg sangat inspiratif ini secara berseri.... 


1
*Ibuku Orang Gila*

#IOG
#part 1
By #MM

   Orang-orang melihatku dengan ekspresi jijik. Terlebih melihat wanita kotor yang berada di sampingku yang tersenyum, lalu tiba-tiba tanpa alasan jelas dia tertawa cekikikan sendiri. Kami ke mana-mana selalu berjalan berdampingan, bahkan kalau ibuku mulai berjalan tak searah ku tarik tali dari kain yang kulilitkan di tangan kirinya. Ibu ... tentu saja dia adalah ibuku. Bahkan hingga aku berumur 8 tahun pun aku tak tahu namanya, dari mana asalnya dan berapa umurnya. Bahkan aku pun juga tidak tahu siapa saja keluarga. Lebih pahit lagi aku pun juga tak tahu siapa ayahku !!  Hingga detik ini aku tak tahu siapa ibuku juga ayahku. Jangankan ditanya hal yang rumit begitu, aku tanya dia lapar apa tidakpun dia tak tahu. Ya ... inilah kisahku anak yang lahir dari wanita gila. Betul ... wanita gila yang menggelandang dan hidup bebas tanpa beban !! 

    Entah bagaimana kisah sebenarnya, hanya saja kisah hidupku sudah beredar luas terutama di pasar. Konon katanya, ibuku adalah orang gila baru yang entah datang darimana. Tahu-tahu dia datang ke Pasar Baru dan mulai mengganggu para pedagang. Mulai dari meminta makanan, uang bahkan mencuri pakaian. Tentu saja pihak keamanan pasar mengeluhkan tindakan ibuku. Hingga berulangkali mereka mengusir dengan membuang ibuku ke pasar lain, tapi esoknya dia sudah kembali berkeliling di Pasar Baru. 

    Hingga suatu ketika, ibuku mulai membuncit perutnya. Orang-orang berpikir mungkin karena busung lapar atau cacinganlah yang membuat perutnya buncit. Bulan berganti bulan perut ibuku makin membesar. Tapi walau ada banyak orang yang menduga ibuku hamil, tetap saja mereka tak terlalu menggubrisnya. Lagipula siapa sih yang mau tidur dengan orang gila yang kotor dan bau itu hingga hamil ?? Tapi bulan November itu, tiba-tiba ibuku berguling-guling kesakitan di depan toko seseorang. Banyak orang lalu lalang tapi tak peduli.

    Hingga seorang ibu berteriak histeris melihat darah mengalir dari sela-sela kakinya. Melihat itu barulah mereka panik, kini mereka percaya bahwa wanita gila itu akan melahirkan. Di sela kepanikan itulah untungnya ada seorang bidan yang sedang berbelanja. Dengan alat seadanya akhirnya aku lahir dengan selamat. Aku lahir ke dunia ini dari seorang wanita gila tanpa jelas siapa ayahnya dan lahir di emperan toko ! Sejak itulah aku diberi nama Novembri oleh petugas pasar. Dan hari itu juga aku diadzani oleh tukang sapu. Tepat tanggal 11 November lalu aku lahir. Tanggal bagus bukan?? Tapi sayang nasibku tak sebagus tanggal lahirku.

    Berbekal dari belas kasihan orang-orang akhirnya aku hidup. Makanan, baju dan selimut semua dari para dermawan. Lalu pasti ada yang berpikir, tak adakah dinas sosial yang mau merawatku ?? Ada !! Hanya saja ketika ada orang yang mendekat ingin mengambilku, ibu berubah menjadi bak singa. Menggeram-geram dan berteriak-teriak memaki mereka. Bahkan saking waspadanya ibuku meletakkan sebuah pisau besar hasil curiannya. Hingga para petugas akhirnya menyerah. Dan katanya info tentangku juga dimuat di koran lokal, dan ada beberapa orangtua yang berniat mengadopsiku karena iba dan beberapa dari mereka adalah pasangan yang lama menikah tapi belum juga punya anak. Tapi setiap mereka ingin mendekat, ibuku berubah menjadi buas. Bahkan pernah ibuku terperdaya dengan alat musik juga boneka, saat dia asyik bermain diambillah aku dari sisinya. Tahu apa yang terjadi? Sepanjang hari ibuku melolong menangis mencariku, saat ada mobil lewatpun dia amuk dengan melempar batu besar. Toko-toko dia rusak hingga mengacung-acungkan pisau tajam pada semua orang yang lewat. Dan saat malam pun dia tak berhenti berteriak memanggilku, tentu saja dengan bahasa yang hanya dia yang mengerti. Sepanjang jalan dia menggedor-gedor pintu warga, memecah jendela kaca dan memaksa masuk mencariku.

     Hingga akhirnya para warga protes dan menuntut aku dikembalikan pada ibuku. Itulah akhirnya nasibku berputar. Dengan diasuh ibu yang gila dan meminum ASI-nya aku tumbuh menjadi anak yang sehat dan aktif. Bahkan banyak ibu-ibu yang gemas padaku. Pasalnya walau gila, naluri keibuannya tetap ada. Tiap pagi aku dimandikan di bawah jembatan dengan air sungai yang mengalir. Lalu dijemur di bawah terik matahari agar aku tak kedinginan. Tak sedikit orang yang memujiku karena lucu dan tampanku. Bahkan mereka mengira-ngira mungkin saja ayahku tampan hingga aku juga terlahir tampan. Setiap malam ibuku mendekapku hingga aku tetap nyaman dan hangat walau tidur di luaran. Bahkan aku ingat, setiap aku rewel ibuku membaca sholawat. Dan anehnya kala siang dia lupa caranya bersholawat. Ajaib bukan ??

    Kini sejak aku mulai paham, tanggung jawab mencari makan menjadi tugasku. Walau hanya berkerja menjadi tukang suruh aku lakoni. Upah yang kadang 500-1000 rupiah pun aku terima. Yang penting ibuku tak harus mencuri makanan lagi. Soal pakaian pun aku tak khawatir, stok pakaian bekas yang masih bagus-bagus tersedia banyak di karung. Saat aku bekerja ku ikat kaki ibu di tiang listrik samping pasar. Ku beri dia topi dari kardus agar tak kepanasan. Semua berjalan lancar hingga suatu hari aku dituduh mencuri seplastik ikan mujahir yang sudah digoreng. Padahal seingatku semua barang sudah ku letakkan di meja tempat ibu itu menggelar dagangannya. Aku hitung pun jumlahnya pas. Tapi nahas, kala aku pindah pekerjaan lain pada pedagang tempe satu plastik ikan hilang. Dan akulah tersangka menurutnya. 

"Woy ... kamu anak maling ya jelas aja ikutan maling ! Pura-puranya bantuin ternyata sambil ngutil !"

Mendengar teriakan ibu itu, para pedagang lain mulai mengerumuniku. Aku mulai ketakutan dan berdiri gemetaran.

"Mana .... !! Kembalikan ikan yang sudah kau curi !!" Tudingnya sembari mata melotot tajam.

Aku yang bingung karena tak merasa mengambilnya hanya meneteskan air mata. Mana mungkin mengembalikan apa yang tidak aku ambil ? Melihatku menangis ibu itu bertambah galak. Dengan menudingku dia mengumpat kasar dengan membawa-bawa ibuku yang gila. Hatiku panas, aku tak terima !! Dengan beruraian air mata ku keluarkan semua uang hasil bekerja hari itu. Ku sodorkan semuanya pada ibu itu.

"Aku bersumpah kalau aku tak mengambilnya. Ambillah semua uangku hari ini. Jangan lagi kau hina ibuku !! "

Aku melempar uang koin itu dan berlari cepat menemui ibu. Dengan kaki tanpa alas aku mendekati ibu. Dia yang tersenyum sendiri mendadak terdiam kala melihatku beruraian air mata. Lalu dia berubah menjadi garang mulai mengamuk. Dengan hati terluka aku memeluknya hingga dia terdiam. Dengan tangan kotornya dia mengusap air mataku. Aku menangis makin menjadi, hingga ku sadari rok ibu ada gumpalan yang ternyata dia buang air besar.

    Ku buka tali kaki ibu, dan dengan sabar aku menuntunnya menuju kali. Di bawah jembatan itu aku memandikan ibuku, membersihkan dengan sabun wangi hingga ibu bersih dan segar. Dulu dialah yang memandikanku kala ku buang air saat bayi, kini giliranku membalasnya. Aku menuntun ibu kembali ke rumah. Ya ... rumah dari bekas MMT yang ku anggap dinding dan ku taruh kardus sebagai atap pelindung dari terik matahari. Kala hujan kami membongkarnya dan berteduh di emperan toko kosong.

    Tapi sesampainya di rumah, aku kaget luar biasa. Tumpukan kardus sudah berserakan, dinding rumahku sudah sobek-sobek dan baju dalam karung sudah berceceran. Aku berlari menyongsong rumahku yang kini hancur berantakan. Bahkan makanan yang ku simpan pun kini berhamburan di jalan. Aku menangis tersedu, makanan yang ku kumpulkan berhari-hari habis sudah. Ibuku ikut menangis meratapi makanannya yang telah rusak. Dengan menangis, dia mengambil makanan itu dan memasukkan ke mulutnya. Hatiku sangat perih melihat ibu mengais-ngais makanan yang kini sudah kotor. Lalu datanglah seorang lelaki mendekatiku langsung memukuliku bertubi-tubi. Di saat ibu langsung menubruk lelaki itu sembari memukulinya. Tangan kekar pria itu menarik kerudung ibu hingga sobek dan terlepas dari kepalanya. Lalu tangannya berganti memukuli tubuh ibuku. Aku berlari menyongsong ibu yang terpelanting. Dan ketika tangan kasar itu menarik baju ibuku, ku gigit dengan sekuat tenaga. Dengan memeluk ibu, kulihat lelaki itu bersiap mengayunkan bogem mentahnya padaku. Tapi tangan tukang sapu menahannya.

"Mas ... sudah. Dia masih kecil Mas. Jadi tolong hentikan saja."

"Walau masih kecil, maling tetap maling. Kudu tegas hukumnya. " katanya geram padaku.

"Aku tak mengambilnya ! Aku bukan pencuri !" Aku berteriak lantang membantah.

"Kamu kan anak kurang didikan. Hanya ilmu mencuri yang ibumu bisa ajarkan. Dasar wong edan !! Cuuuih ... kamu matipun tak ada yang sedih, semua bakalan seneng !"

Pria itu meludah dan mengenai pipi ibuku. Sedang ibuku tersenyum tak mengerti soal hinaan dan ludahan itu. Ku ambil jilbab ibuku yang robek, lalu kuusapkan pada pipinya. Ku bersihkan ludah itu dengan menangis. Badan ibu yang tadi sudah bersih kini kotor lagi.

"Makasih pak Kasim . "

Aku berlalu sambil membawa ibu. Aku mulai merapikan stok bajuku. Ku ikat kaki ibu dengan tali yang ku simpulkan pada dinding pagar. Pak Kasim membantuku dalam diam hingga ku dengar ada orang berteriak-teriak.

"Ini ikannya siapa ya ?"

Sontak pria kasar yang merupakan suami dari pedagang ikan goreng itu menoleh. Aku dan Pak Kosim juga menoleh.

"Ini ikannya siapa ya ? Aku temukan di keranjang sampah. Sepertinya terjatuh di keranjangku pas aku keliling tadi. "

"Sepertinya ini ikan dagangan istri Mas yang hilang tadi. Jadi bukan Fembri yang ambil ya ...? Seharusnya tadi di cek dulu. Terus bagaimana tanggung jawab Anda yang telah menuduh, menyiksa juga memukulinya ?"

Pak Kasim menunjuk aku dan ibu yang meringkuk duduk di tumpukan kardus yang telah ku rapikan. Lalu penjual ikan goreng itu mendekati kami dan melempar uang dua puluh ribuan pada kami. Aku ambil uang itu dan menyerahkan kembali ke tangan wanita itu.

"Walau aku orang miskin, ibuku orang gila dan kami hidup di jalanan kami bukan pengemis. Aku juga bukan pencuri, ambillah kembali uangmu. Uang itu tak mampu membeli harga diri kami yang kau hinakan. Biar kami hina di mata kalian, asal aku tak hina di mata Allah."

Semua orang terdiam lalu sepasang suami istri itu pergi dengan kesal. Pak Kasim mendekati kami, dia tersenyum bangga padaku.

"Aku bersyukur kau tumbuh menjadi anak yang baik Nov. Dunia memang kejam, tapi ingatlah untuk tetap menjadi orang baik. Semoga kelak kau akan hidup dengan dipertemukan orang-orang baik."

Tangan Pak Kasim memberiku sesuatu di tanganku. Dan setelah dia pergi ku buka tanganku, di sana ada uang selembar seratus ribu. Aku menangis sesegukan sementara ibuku tertawa terbahak sendirian.

    Malam pun tiba, pasar sepi senyap. Aku, berdua dengan ibu melangkah menjauh dari pasar. Malam itu untuk pertama kali ku putuskan pergi dari kompleks Pasar Baru. Ku tinggalkan kenangan masa kecilku di sana. Berbekal uang dari Pak Kasim dan sedikit tabunganku, aku nekat pergi membawa ibu serta. Ku gendong karung bertali rafia sebagai tas yang berisi makanan juga baju ganti. Lainnya aku tinggalkan di pasar halamanku. Ya betul ... pasar halaman. Bagiku pasar itu adalah kampung halamanku. Aku memandang lurus ke depan, mengejar angan berburu nasib. Berharap hidupku di tempat baru lebih baik dari yang lalu.

   Inilah aku Novembri, anak wanita gila yang menantang dunia. Ku tegakkan kepalaku melihat dunia baru. Aku berharap Allah, Tuhanku akan menuntunku menuju hidup yang ku harap lebih baik. Jangan berpikir aku mengenal  Allah dengan baik. Aku hanya mengikuti orang-orang yang menyebut Allah kala bahagia dan susah. Jangan tanya apa agamaku, karena aku hanya mengikuti orang-orang yang berdiri, membungkuk dan bersujud kala suara keras memanggil dari toa musholla. Yang aku tahu jelas adalah setiap adzan ibuku yang gila langsung terdiam sembari bergumam "Allah ... Allah" lalu mengusapkan kedua tangannya pada wajah. Dari situ aku selalu mengikuti orang ke musholla secara diam-diam. Dan dari sana pula aku belajar apa itu sholat dan apa itu wudlu. Dan akhirnya aku menjadi begitu bahagia kala ada sebuah jilbab bekas terselip diantara tumpukan baju bekas. Itulah jilbab satu-satunya ibuku yang kini telah robek oleh tangan orang jahat.

"Tenanglah ibu. Aku akan bekerja keras dan kelak akan kubelikan jilbab baru untukmu. Akan aku belikan rumah dengan kasur yang empuk untukmu. Dan kita buktikan pada dunia, dan dengan ijin  Allah kita pasti bisa." 

Aku menggenggam erat tangan ibuku sembari menatap langit yang penuh bintang malam itu. Dan inilah kisahku, Novembri si anak wanita gila.

~~~bersambung~~~

17 comments:

  1. Replies
    1. Sudah aku share yaa . .
      http://etimayasari.blogspot.com/2020/10/ibuku-orang-gilaiogpart-3.html

      Delete
  2. Yg ingin kelnjutannya saya ada dpt dr wag klo mau wa aku ya 082112844288

    ReplyDelete
  3. ceritanya kok ga ada sambungannya mbak

    ReplyDelete
  4. http://etimayasari.blogspot.com/2020/10/ibuku-orang-gilaiogpart-3.html

    Sudah share sampai selesai ya . . Biar ngga penasaran . . 😂😂

    ReplyDelete
  5. Replies
    1. Buka di Blog Archive Samping Kanan Ya . . Oktober 2020 sudah semua ..

      Delete
  6. Replies
    1. Buka di Blog Archive Samping Kanan Ya . . Oktober 2020 sudah semua ..

      Delete
  7. Buka di Blog Archive Samping Kanan Ya . . Oktober 2020 sudah semua ..

    ReplyDelete
  8. Mbak , teladan / Koda dari cerita tersebut apa ya? Mohon bantuannya

    ReplyDelete