Kajian Kebutuhan
Peningkatan Kapasitas
Pendamping
Lokal Desa
Pengertian
Sebelum
tenaga pendampin Lapangan Desa bekerja dalam situasi tugas, maka perlu
dilakukan penyiapan kemampuan personal dan kelembagaan yang dimulai dengan
penilaian atau analisis kebutuhan pendamping (AKP). Analisis kebutuhan
pendamping salah satunya terkait dengan kebutuhan pelatihan yang dikenal dengan
istilah Traianing Need Assessment (TNA). Menzel dan Messina (2011:22)
mengatakan, ―A TNA is only the first critical stage in any training cycle.
Thus, a TNA is quite simply a way of identifying the existing gaps in the
knowledge and the strengths and weaknesses in the processes that enable or
hinder effective training programs being delivered.‖ Artinya, TNA merupakan
tahap kritis pertama dalam siklus pelatihan. Dengan TNA, manajemen
mengidentifikasi kesenjangan yang ada dalam pengetahuan dan kekuatan dan
kelemahan dalam proses yang memungkinkan atau menghambat program pelatihan.
Analisis kebutuhan pendamping memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan
peningkatan kapasitas pendamping, di mana perencanaan yang paling baik didahului dengan
mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis kebutuhan
pendamping akan menjadi masukan dalam perencanaan pengembangan kapasitas
pendamping.
Moore (1978)
dan Schuler (1993), Wulandari (2005:79) menyimpulkan, ―Untuk menentukan
kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar- kinerja
aktual = kebutuhan pelatihan. Hal Ini berarti perbedaan antara kinerja yang
ingin dicapai dengan kinerja sesungguhnya merupakan kebutuhan pelatihan‖. Analisis kebutuhan pelatihan dan
pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit.
Hariadja
(2007) mengungkapkan, sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan
selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya
tidak murah sehingga jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak
meningkatkan kemampuan organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya.
Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab perlu mendiagnosis kompetensi
organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan
kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang akan
dihadapi pada masa yang akan datang.
Analisis
kebutuhan pelatihan mengambil peran yang penting dalam menyajikan informasi
sebagai upaya sistematis untuk mengenai kebutuhan Pendamping Lokal Desa dalam
rangka perbaikan kinerja. Menurut Barbazette (2006:5), ―analisis kebutuhan
pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kinerja atau menutupi kinerja yang tidak
memenuhi standar. Oleh karena itu, analisis kebutuhan menjadi sumber informasi
penting dalam perumusan kebijakan dan strategi pengembangan kapasitas Pendamping
Lokal Desa.
B.Tujuan
Tujuan
penetapan kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa di setiap wilayah
kerja (Kecamatan/Desa) di dasarkan pada kerangka acuan standar kompetensi Pendamping
Lokal Desa yang telah ditetapkan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi melalui Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang
Pendampingan. Secara umum, tujuan penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas
pendamping adalah mengumpulkan informasi untuk menetukan bentuk pelatihan dan
bimbingan yang di butuhkan bagi pendamping sesuai dengan standar kompetensi
yang dipersyaratkan. Secara khusus penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping
Lokal Desa dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Diperolehnya informasi tentang kemampuan baik pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam tugasnya sebagai Pendamping Lokal Desa;
2.
Dasar untuk menyelenggarakan pembinaan profesi dan karier Pendamping Lokal Desa.
3.
Pedoman bagi Pendamping Lokal Desa untuk meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan
tugas.
4.
Acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga terkait dalam
memfasilitasi peningkatan kompetensi Pendamping Lokal Desa serta menjamin
kualitas penyelenggaraan pelatihan dan bimbingan teknis sesuai dengan tugas
pokoknya.
C. Sasaran
Sasaran
penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa, sebagai
berikut:
1. Terselenggaranya pembinaan, pengembangan
dan pengendalian Pendamping Lokal Desa secara efektif, efisien dan akuntabel;
2. Tersedianya Pendamping Lokal Desa yang
profesional;
4.
Terselenggaranya kegiatan pelatihan dan bimbingan teknis yang berkualitas.
D. Manfaat
Manfaat yang
diharapkan dalam penilaian kebutuhan Peningkatan Kapasitas Pendamping Lokal
Desa, sebagai berikut:
1.
Program pelatihan dan bimbingan (non-pelatihan) yang disusun sesuai dengan
kebutuhan organisasi, jabatan maupun individu setiap Pendamping Lokal Desa;
2. Menjaga dan meningkatkan motivasi Pendamping
Lokal Desa dalam mengikuti pelatihan dan bimbingan kinerja, karena program yang
diikutinya sesuai dengan kebutuhan dalam menjalankan tugas di lapangan;
3.
Mencapai efektifitas pencapaian target kinerja Pendamping Lokal Desa dalam
rangka pencapaian tujuan dan standar kompetensi yang ditetapkan;
4.
Efisiensi biaya pembinaan dan pengembangan Pendamping Lokal Desa karena program
yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian biaya yang
dikeluarkan untuk pelatihan dan bimbingan kinerja tidak sia-sia;
5.
Menemukenali penyebab timbulnya masalah dalam pelaksanaan tugas sebagai Pendamping
Lokal Desa, karena pelaksanaan penilaian kebutuhan yang tepat dan efektif,
tidak saja akan menemukan masalah yang ditimbulkan oleh diskrepansi kompetensi
pendamping dengan standar kompetensi dan tuntutan masyarakat desa sebagai
pengguna.
E. Tahapan
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kapasitas
Tahapan
Analisis Kebutuhan Pendamping (AKP) atau Training Needs Analysis (TNA) menurut
Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987) membagi dalam 5
(lima) proses penting yaitu :
1. Tahap 1: Persetujuan dan kesiapan
manajemen dalam melakukan analisis kebutuhan. Proses TNA dimulai ketika
manajemen terutama pimpinan organisasi mengizinkan penggunaan penilaian
kebutuhan yang sistematis dalam menemukan target yang tepat untuk pelatihan.
Inisiasi TNA harus didahului dengan perencanaan yang rinci dan penjadwalan.
2. Tahap 2: Membaca lingkungan kerja
organisasi. Tahapan ini melihat permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan
pekerjaan, tim kerja, departemen, atau organisasi. Tiga bentuk umum dalam
pembacaan lingkungan organisasi dengan mempelajari catatan tertulis/telaah
dokumen organisasi, mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada pegawai tentang
kinerja atau kesenjangan lain yang dicari, dan mengamati kinerja yang terjadi.
3. Tahap 3: Memfokuskan pada kesenjangan dan
kebutuhan pelatihan. Tahapan selanjutnya adalah memfokuskan permasalahan yang
didapatkan sebelumnya dengan menghimpun semua permasalahan, menganalisa dan
menspesifikasikan jenis kesenjangan yang dapat diselesaikan melalui kebutuhan
diklat atau kebutuhan non diklat;
4. Tahap 4: Merencanakan untuk pelaksanaan
pelatihan. Setelah menetapkan kebutuhan diklat, selanjutnya merancang
pelaksanaan diklat. Proses ini bisa saja menggunakan tenaga konsultan/tenaga
ahli dalam memudahkan penentuan model dan jenis pelatihan yang akan digunakan.
5. Tahap 5: Pelaporan Manajemen. Langkah
terakhir dalam penilaian kebutuhan pelatihan adalah untuk mempersiapkan laporan
kepada manajemen. Isi laporan harus mencakup latar belakang pada setiap
kebutuhan pelatihan, tingkat kinerja yang diinginkan dalam setiap permasalahan,
strategi pelatihan yang digunakan untuk mencapai atau mengembalikan kinerja ketingkat
yang diinginkan, peringkat prioritas pelatihan dan berbagai fakta tentang
setiap detail dan strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan TNA
Sumber: Diagram of the
Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher (1987:10).
F. Instrumen Pengumpul Informasi dan Data
Menilai kebutuhan pendamping terkait dengan
aspek komptensi mencakup kemampuan menyerap pengatahuan, mengembangkan
keterampilan dan bertindak benar. Kajian terhadap kemampuan belajar Pendamping
Lokal Desa dilakukan melalui pengenalan terhadap sejumlah tugas atau kompetensi
yang akan dikembangkan melalui berbagai pendekatan. Tidak ada satu tes pun yang
mampu menghasilkan instrumen yang komprehensif mengenai kecerdasan dan potensi
pembelajar. Tidak selamanya tes formal mampu memberikan informasi yang cukup
mengenai potensi dan kemampuan seseorang, namun perlu dilengkapi dengan alat
uji sederhana yang telah tersedia diantaranya observasi. Indikator pengamatan
yang baik dapat menunjukkan kecenderungan kemampuan seorang pendamping terutama
cara menggunakan waktu luang, minat terhadap suatu objek, kebiasaan dan
tindakan yang menonjol. Pengamatan dan penilaian terhadap kemampuan awal
peserta sangat diperlukan untuk menentukan ke dalam dan keluasan materi yang
akan disampaikan. Berikut beberapa teknik dalam menggali kebutuhan pembelajar:
1. Checklist
penilaian merupakan cara yang paling sederhana dan praktis yang digunakan
secara informal untuk kepentingan praktis pelatihan terutama untuk mengenal
secara cepat kecerdasan masing-masing individu. Checklist bukan tes untuk
menguji kahandalan dan kesesuaiannya. Checklist digunakan sebagai alat bantu
untuk mengumpulkan informasi dengan menggunakan teknik lainnya;
2. Dokumentasi. Catatan tertulis atau bentuk
visual lain untuk memperlihatkan kompetensi Pendamping Lokal Desa. Dokumentasi
foto sangat bermanfaat untuk mengabadikan suatu perilaku tindakan dan bentuk
komptensi yang menonjol yang mungkin tidak akan berulang lagi pada waktu lain.
Misalnya seorang pendamping sedang melakukan asistensi perencanaan,
dokumentasikan langkah-langkah dan kemahiran dalam melakukannya. Penggunaan
teknologi CD ROM memungkinkan seluruh informasi dapat direkam dalam suatu
piringan disket praktis dan mudah ditelaah oleh masyarakat.
3. Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan
prestasi baik dari hasil pretest-posttest atau tindakan dalam setiap kegiatan
pendampingan baik kepada masyarakat, Pemerintah Desa, UPTD dan pemangku lainnya
di tingkat Kecamatan dan desa. Apakah kemampuan Pendamping Lokal Desa lebih
kuat dibidang visual melalui pemaparan atau dalam menyusun urutan logis
kegiatan pendampingan dalam rangka implementasi Undang-Undang Desa. Hal ini
dapat diukur melalui beberapa tes yang telah dikembangkan sebagai bagian dari
penilaian kinerja.
4. Berdiskusi dengan kelompok. Jika Pendamping
Lokal Desa ingin mengenal masyarakat lebih dekat terkait dengan potensi dan
keberhasilnannya dapat dilakukan melalui diskusi dengan kelompoknya. Misalnya
tanyakan kepada kelompok tani tentang kontribusi dan kemampuan yang diberikan
anggota bersangkutan dalam menerapkan teknologi pertanian atau pasca panen.
5. Berbicara dengan pembimbing atau pelatih
lain. Kerapkali pelatihan merupakan kegiatan serial dan bersambung untuk
mengembangkan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang beragam.
Jika pendamping akan melatih penerapan rencana pembangunan Desa, maka perlu
mendapat informasi tambahan dari ahli lain yang pernah memberikan kemampuan
sejenis untuk matematis-logis, spasial dan naturalis dalam pelatihan yang
berbeda;
6. Berdiskusi dengan masyarakat dan
organisasi lokal. Cara ini dilakukan untuk mendukung penilaian lain terutama
dalam mengembangkan beberapa keterampilan dasar menyangkut kebiasaan dan pola
hidup masyarakat. Jika ingin mengetahui kemampuan berhubungan dengan pemerintah,
LSM, koperasi dan organisasi lainnya, dapat berdiskusi dengan lembaga di mana
peserta atau pembelajar terlibat dan berhubungan aktif dengannya.
7. Bertanya langsung kepada masyarakat. Orang
dewasa yang sangat tahu cara mereka belajar dan memecahkan masalah yang
dihadapinya adalah dirinya sendiri. Mereka menggunakan kemampuan belajarnya
selama 24 jam sejak dilahirkan. Pelatih dapat berdiskusi bersama pembelajar dan
bertanya langsung tentang kecerdasan yang paling berkembang atau melengkapinya
dengan karya, gambar dan foto pada saat menunjukkan kecerdasannya;
8. Kegiatan khusus. pendamping dapat
mengembangkan beberapa kegiatan untuk menguji kecerdasan dengan memberikan
wahana agar pembelajar menunjukkan kinerja yang dapat diamati. Gunakan cara
atau teknik tertentu untuk mengukur seluruh wilayah potensi dan kebutuhan
belajar peserta, misalnya dengan menggambar, bercerita, menari, berhitung dan
bermain peran, bernyayi, dan tugas tim.
G. Pendekatan dalam
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kapasitas
Sedarmayanti
(2007) membagi pendekatan dalam analisis pengembangan kapasitas dalam empat
cara, yaitu: (1) performance analysis (analisis kinerja), (2) task analysis
(analisis tugas/pekerjaan), (3) competency study (studi kompetensi) dan (4)
training needs survei (survei kebutuhan pelatihan). Masing-masing pendekatan
diuraikan sebagai berikut:
1. Analisis Kinerja
Analisis
kinerja (Dessler, 2015:331) merupakan proses yang dilakukan secara
terus-menerus untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengembangkan kinerja
individu dan tim dan menyelaraskan kinerja mereka dengan sasaran organisasi‖.
Sementara Barbazatte (2006) menyatakan bahwa ―analisis kinerja biasa disebut
gap analysis, yaitu melihat kinerja yang telah dilakukan pegawai dan melihat
hasil pekerjaan tersebut apakah telah sesuai dengan kinerja yang diinginkan‖.
tujuan melakukan analisis kinerja adalah untuk mengidentifikasi penyebab
kekurangan/kesenjangan kinerja dan tindakan korektif apa yang tepat untuk
mengatasinya.
Jika
masalah kesenjangan tersebut disebabkan oleh kurangnya keterampilan, solusi
berupa pelatihan yang sesuai. Jika masalah tersebut bukan disebabkan karena
kurangnya keterampilan, maka solusi non pelatihan apa yang lebih tepat. Dengan
demikian analisis kinerja sebagai salah satu metode dalam melakukan analisis kebutuhan
di mana identifikasi pengembangan kapasitas yang dibutuhkan organisasi
ditentukan berdasarkan analisa kesenjangan antara target kinerja organisasi
dengan hasil kinerja individu. Apabila seorang pendamping tidak melakukan
pekerjaan seperti yang diharapkan sesuai standar yang telah ditetapkan, maka
perlu diidentifikasi apa yang salah terhadap pegawai tersebut, dan apakah
pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan tugasnya.
2. Analisis Tugas
Analisis tugas dilakukan untuk menemukan
metode terbaik dalam menyelesaikan tugas dengan konsistensi urutan berupa
langkah-langkah bagaimana tugas tersebut diselesaikan, seperti yang dikemukakan
Barbazette (2006:87), ―The purpose of task analysis is to find the best
method to perform a task and the best sequence of steps to complete a specific
task”. Analisis tugas merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap
tugas yang dijalankan, berfokus pada kewajiban dan tugas di seluruh organisasi
itu untuk menentukan pekerjaan yang mana yang membutuhkan pelatihan. Analisis
tugas seharusnya memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memahami
persyaratan pekerjaan. Selanjutnya Sedarmayanti (2007), task analysis berupa
penetapan langkah dalam mewujudkan :
a. Tugas yang harus dilaksanakan guna mewujudkan
kinerja;
b. Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan
guna mengerjakan tugas dengan baik; dan
c. Skala prioritas kemampuan dan keterampilan
yang dibutuhkan guna merumuskan kurikulum pelatihan.
Langkah dalam menganalisis tugas menurut
Kaswan (2011:74), sebagai berikut:
a. Mendepskripsikan pekerjaan secara
menyeluruh.
b. Mengidentifikasi tugas dengan
mendeskripsikan dengan jelas mengenai:
- Tugas-tugas
utama dalam pekerjaan.
- Bagaimana tugas
itu harus dilakukan.
- Bagaimana tugas
itu dilakukan sehari-hari.
c. Mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan
untuk melakukan pekerjaan.
d.
Menentukan tugas, dan kapabilitas mana yang membutuhkan pengembangan berupa
pendidikan dan pelatihan.
Informasi atau instrumen yang
dibutuhkan melakukan task analysis menurut Barbazette (2006)
diantaranya: observasi, wawancara informan utama, wawancara pimpinan
organisasi, Identifikasi dan analisis tugas berdasar tugas sebenarnya, diskusi
kelompok, validasi dengan observasi akhir.
3.Studi
Kompetensi
Spencer dan
spencer dalam Wibowo (2010:325) menyatakan bahwa kompetensi merupakan landasan
dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir,
menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Kompetensi
pada hakikatnya memiliki komponen knowledge, skill, dan personal attitude,
dengan demikian secara umum kompetensi dapat diartikan sebagai tingkat
pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang dimiliki seseorang dalam
menjalankan tugas yang dibebankannya didalam organisasi. Terdapat lima lima
kategori kompetensi, yang terdiri dari :
a. Task achievement merupakan kategori
kompetensi yang berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan
dengan Task achievement ditunjukan oleh: orientasi pada hasil, mengelola kinerja,
memengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli pada
kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.
b. Relationship merupakan kategori kompetensi
yang berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan
memeuaskan kebutuhannya.
c. Personal attribute merupakan kompetensi
karakteristik individu yang menghubungkan bagaimana orang berpikir, merasa,
belajar, dan berkembang.
d. Managerial merupakan kompetensi yang
secara spesifik berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan, dan pengembangan
orang.
e. Leadership merupakan kompetensi yang
berhubungan dengan memimpin
organisasidan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan organisasi.
Dengan demikian, standar
kompetensi merupakan kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
atau tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan. Mengaacu pada
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) rumusan kemampuan kerja
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap
kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Standar kompetensi kerja
dikembangkan mengacu pada Permenakertrans No. 21/MEN/2007 tentang Tata Cara
Penetapan SKKNI. Atas dasar penetapan tersebut maka standar kompetensi yang
dikembangkan harus mengacu kepada Regional Model of Competency Standard (RMCS).
Prinsip yang harus dipenuhi dalam penyusunan standar dengan model RMCS yang
merefleksikan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan
industri, maka harus memenuhi beberapa hal sebagai berikut:
a. Fokus kepada kebutuhan dunia usaha/dunia
industri. Dimana kompetensi kerja yang berlaku dan diibutuhkan oleh dunia
usaha/dunia industri, dalam upaya melaksanakan proses bisnis sesuai dengan
tuntutan oprasional perusahaan yang dipengaruhi oleh dampak era globalisasi;
b. Kompatibilitas. Memiliki kompatibilitas
dengan standar yang berlaku di dunia usaha/dunia industri untuk bidang
pekerjaan yang sejenis dan kompatibel dengan standar sejenis yang berlaku
dinegara lain ataupun secara internasional.
c. Fleksibilitas. Memiliki sifat generik yang
mampu mengakomodasi perubahan dan penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang diaplikasikan dalam bidang pekerjaan terkait;
d. Keterukuran. Meskipun bersifat generik
standar kompetensi harus memiliki kemampuan ukur yang akurat, untuk itu standar
harus terfokus pada apa yang diharapkan dapat dilakukan pekerja di tempat
kerja, memberikan pengarahan yang cukup untuk pelatihan dan penilaian,
diperlihatkan dalam bentuk hasil akhir yang diharapkan, selaras dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, standar produk dan jasa yang terkait
serta kode etik profesi.
e. Ketelusuran. Standar harus memiliki sifat
ketelusuran yang tinggi, sehingga dapat menjamin: ebenaran substansi yang
tertuang dalam standar, dapat tertelusuri sumber rujukan yang menjadi dasar
perumusan standar
f.
Transferlibilitas.
Terfokus pada keterampilan dan pengetahuan yang dapat dialihkan kedalam situasi
maupun di tempat kerja yang baru. Aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
kerja, terumuskan secara holistik (menyatu).
4.
Survei Kebutuhan Pelatihan
training
needs survei adalah cara meminta anggota organisasi, kelompok atau anggota
masyarakat apa yang mereka lihat sebagai kebutuhan yang paling penting dari
organisasi, kelompok atau masyarakat. Hasil survei kemudian memandu tindakan
apa yang akan dilakukan dimasa depan. Cara yang digunakan tergantung pada
sumber daya (waktu, uang, dan responden). Survei bisa dilakukan dengan
menggunakan kuesioner kepada orang organisasi, atau orang sekitar (pelanggan
misalnya) yang bersentuhan langsung dengan organisasi tersebut. menurut
Sedarmayanti (2006:175-176) metode ini digunakan untuk menjawab pertanyaan
kemampuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan. Pertanyaan ini untuk
menentukan:
a. Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan
guna melaksanakan tugas jabatannya
b. Skala prioritas tentang kemampuan dan
keterampilan yang dibutuhkan guna merumuskan kurikulum pelatihan.
Karakteristik umum
training needs survei menurut Berkowitz, Bill and Nagy,
Jenette (2014), sebagai
berikut:
a. Memiliki daftar pertanyaan yang harus
dijawab.
b. Memiliki sampel yang telah ditentukan
jumlah dan jenis orang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipilih
terlebih dahulu.
c. Wawancara dilakukan secara pribadi,
telepon, atau dengan tanggapan tertulis (misalnya, mail-in survei).
d. Hasil survei ditabulasi, diringkas,
didistribusikan, dibahas, dan digunakan.
Daftar
Pustaka
Idris (tt).
Analisis Kebutuhan Diklat (training Needs) dalam Berbagai Pendekatan.
Jerold E. Kemp,
Gary R. Morrison, Steven M. Ross (1994) Designing Effective Instruction.
New York: Macmillan
College Publishing Company
Arief S. Sadiman
(1992/1993) Perencanaan Sistem Pembelajaran, Prototipa Bahan
Perkuliahan.
Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta
Allison Rosset and
Joseph W. Arwady (1987) Training Needs Assesment. New Jersey:
Education
Techology Publications, Inc
http://jadhie.blogspot.co.id/2011/12/standar-kompetensi-kerja-nasional.html
https://edutrial.wordpress.com/2012/05/05/analisis-kebutuhan-diklat-training-needs-
assessment/
Kelanjutan untuk para pendamping lokal desa di tahun yang akan datang
ReplyDelete