04 November 2017

BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA)



BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA)

A.  PENGANTAR

UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK dengan menempatkan posisi Desa sebagai “kekuatan besar” yang akan memberikan kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat. Prioritas tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas posisi Desa tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah pengaturan tentang BUM Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan amanat UU Desa. Sebagai amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai:

1.       Salah satu strategi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran melalui pengembangan usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif.
2.       Salah satu strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia di Desa.
3.       BUM Desa sebagai salah satu bentuk kemandirian ekonomi Desa dengan menggerakkan unit-unit usaha yang strategis bagi usaha ekonomi kolektif Desa.

B.   BUM DESA DAN TRADISI BERDESA

Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:

1.       BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial yang lebih inklusif dan lebih luas.
2.       BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM Desa.
3.       BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan bisnis ekonomi.
4.       BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
5.       BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan, kepercayaan dan aksi kolektif.
6.       BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi “milik Desa”.

C.  PEMBENTUKAN DAN PENDIRIAN BUM DESA

Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No. 43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa “dapat mendirikan BUM Desa” dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi. Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang mempertimbangkan:

a)   inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa;
b)   potensi usaha ekonomi Desa;
c)    sumberdaya alam di Desa;
d)   sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan
e)   penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaanDesa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.

Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan rumusan pasal (secara normatif) tentang:

a)   pendirian dan pengelolaan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa;
b)   penetapan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa di bidang pemerintahan Desa.

Langkah prosedural selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang mengembangkan isi Perbup/Walikota tersebut dengan memasukkan pendirian, penetapan, dan pengelolaan BUM Desa.

Baik Peraturan Bupati/Walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM Desa tersebut harus sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga mencantumkan BUM Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan Desa (item: rencana kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif).


Alur Pendirian BUM Desa
           
D.  LANGKAH PELEMBAGAAN BUM DESA

Proses pelembagaan pelembagaaan BUM Desa harus dilakukan secara partisipatif. Tujuannya agar pendirian BUM Desa benar-benar seirama dengan denyut nadi usaha ekonomi Desa dan demokratisasi Desa. Langkah-langkah pelembagaan tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik secara langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan di kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi Kemasyarakatan).

Langkah sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa memahami tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain sebagainya. Keseluruhan Pendamping perlu melakukan upaya inovatif-progresif untuk meyakinkan masyarakat bahwa BUM Desa akan memberikan manfaat kepada Desa.

Perumusan hasil sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi internaleksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi sosialisasi selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari sosialisasi dapat menjadi masukan untuk:

o  Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD dan nantinya akan menjadi Pandangan Resmi BPD terkait BUM Desa; dan
o  Bahan Pembahasan tentang BUM Desa yang disiapkan oleh Pemerintah Desa dan akan disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD.

Kedua, pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa.

Pendirian atau pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis. Pelaksanaan tahapan Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/ pembentukan BUM Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.

Salah satu tahapan dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat bekerjasama dengan para Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada tingkat sederhana yakni:

a)   menemukan potensi Desa yang dapat dikembangkan melalui pengelolaan usaha/bisnis.
b)   mengenali kebutuhan sebagian besar warga Desa dan masyarakat luar Desa.
c)    merumuskan bersama dengan warga Desa untuk menentukan rancangan alternatif tentang unit usaha dan klasifikasi jenis usaha. Unit usaha yang diajukan dapat berbadan hukum (PT dan LKM) maupun tidak berbadan hukum.
d)   klasifikasi jenis usaha pada lokasi Desa yang baru memulai usaha ekonomi Desa secara kolektif, disarankan untuk merancang alternatif unit usaha BUM Desa dengan tipe pelayanan atau bisnis sosial  dan bisnis penyewaan. Kedua tipe unit usaha BUM Desa ini relatif minim laba namun minim resiko kerugian bagi BUM Desa.
e)   organisasi pengelola BUM Desa termasuk dalam susunan kepengurusan (struktur organisasi dan nama pengurus). Struktur organisasi menjadi bahan pembahasan dalam Musyawarah Desa dan nantinya akan menjadi bagian substantif dalam Perdes tentang Pendirian BUM Desa. Adapun susunan nama pengurus BUM Desa dipilih langsung dalam Musyawarah Desa agar pengurus/pengelola BUM Desa mendapat legitimasi penuh dari warga Desa. Kesepakatan atas subjek/orang dalam susunan kepengurusan BUM Desa selanjutnya ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas. Penamaan susunan kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan.
f)     modal usaha BUM Desa. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. Modal BUM Desa terdiri atas penyertaan modal Desa dan penyertaan modal masyarakat Desa.
g)   rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa (AD/ART) dibahas dalam Musyawarah Desa dan hasil naskah AD/ART itu diputuskan oleh Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat (5) PP No. 47/2015. AD/ART tersebut dibahas dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat Desa tetap mendasari substansi AD/ART.
h)   pokok bahasan opsional tentang rencana investasi Desa yang dilakukan oleh pihak luar dan nantinya dapat dikelola oleh BUM Desa.
Ketiga, penetapan Perdes tentang Pendirian BUM Desa (Lampiran: AD/ART sebagai bagian tak-terpisahkandari Perdes). Susunan nama pengurus yang telah dipilih dalam Musdes, dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam penyusunan surat keputusan Kepala Desa tentang Susunan Kepengurusan BUM Desa.