BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA)
A. PENGANTAR
UU No. 6/2014
tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK dengan
menempatkan posisi Desa sebagai “kekuatan besar” yang akan memberikan
kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat.
Prioritas tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas
posisi Desa tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa
secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju,
kuat, mandiri, dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah
pengaturan tentang BUM Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan
amanat UU Desa. Sebagai amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai:
1.
Salah satu strategi kebijakan
membangun Indonesia dari pinggiran melalui pengembangan usaha ekonomi Desa yang
bersifat kolektif.
2.
Salah satu strategi kebijakan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia di Desa.
3.
BUM Desa sebagai salah satu bentuk
kemandirian ekonomi Desa dengan menggerakkan unit-unit usaha yang strategis
bagi usaha ekonomi kolektif Desa.
B. BUM DESA DAN TRADISI BERDESA
Konsepsi Tradisi
Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi pendirian BUM
Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal politik
serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti gagasan
dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:
1.
BUM Desa membutuhkan modal sosial
(kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha
yang menjangkau jejaring sosial yang lebih inklusif dan lebih luas.
2.
BUM Desa berkembang dalam politik
inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai forum tertinggi untuk
pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM Desa.
3.
BUM Desa merupakan salah satu
bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif antara pemerintah Desa dan
masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa
mengandung unsur bisnis sosial dan bisnis ekonomi.
4.
BUM Desa merupakan badan usaha yang
dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang
ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama
antar-Desa.
5.
BUM Desa menjadi arena pembelajaran
bagi warga Desa dalam menempa kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola
Desa yang baik, kepemimpinan, kepercayaan dan aksi kolektif.
6.
BUM Desa melakukan transformasi
terhadap program yang diinisiasi oleh pemerintah (government driven; proyek
pemerintah) menjadi “milik Desa”.
C. PEMBENTUKAN DAN PENDIRIAN BUM DESA
Pada prinsipnya,
pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam gerakan usaha
ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No.
43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa “dapat mendirikan BUM
Desa” dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan
pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.
Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang
mempertimbangkan:
a)
inisiatif Pemerintah Desa dan/atau
masyarakat Desa;
b)
potensi usaha ekonomi Desa;
c)
sumberdaya alam di Desa;
d)
sumberdaya manusia yang mampu
mengelola BUM Desa; dan
e)
penyertaan modal dari Pemerintah
Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaanDesa yang diserahkan untuk dikelola
sebagai bagian dari usaha BUM Desa.
Dalam aras sistem
hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam bentuk
Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan
Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan
rumusan pasal (secara normatif) tentang:
a)
pendirian dan pengelolaan BUM Desa
ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa bidang pengembangan
ekonomi lokal Desa;
b)
penetapan BUM Desa ke dalam
ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa di bidang pemerintahan Desa.
Langkah prosedural
selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal
Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang mengembangkan isi Perbup/Walikota
tersebut dengan memasukkan pendirian, penetapan, dan pengelolaan BUM Desa.
Baik Peraturan
Bupati/Walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal
Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM Desa tersebut harus
sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga mencantumkan BUM
Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan Desa (item: rencana
kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif).
Alur
Pendirian BUM Desa
D. LANGKAH PELEMBAGAAN BUM DESA
Proses pelembagaan
pelembagaaan BUM Desa harus dilakukan secara partisipatif. Tujuannya agar
pendirian BUM Desa benar-benar seirama dengan denyut nadi usaha ekonomi Desa
dan demokratisasi Desa. Langkah-langkah pelembagaan tersebut adalah sebagai
berikut.
Pertama,
sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa
dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik
secara langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan
di kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di
Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi
Kemasyarakatan).
Langkah
sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa memahami
tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain sebagainya.
Keseluruhan Pendamping perlu melakukan upaya inovatif-progresif untuk
meyakinkan masyarakat bahwa BUM Desa akan memberikan manfaat kepada Desa.
Perumusan hasil
sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi
internaleksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi
sosialisasi selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa
yang mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari
sosialisasi dapat menjadi masukan untuk:
o Rencana
Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD dan nantinya
akan menjadi Pandangan Resmi BPD terkait BUM Desa; dan
o Bahan
Pembahasan tentang BUM Desa yang disiapkan oleh Pemerintah Desa dan akan
disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD.
Kedua,
pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah
Desa.
Pendirian atau
pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis. Pelaksanaan tahapan
Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/ pembentukan BUM
Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan
berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.
Salah satu tahapan
dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan
Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat bekerjasama dengan para
Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada tingkat sederhana yakni:
a)
menemukan potensi Desa yang dapat
dikembangkan melalui pengelolaan usaha/bisnis.
b)
mengenali kebutuhan sebagian besar
warga Desa dan masyarakat luar Desa.
c)
merumuskan bersama dengan warga
Desa untuk menentukan rancangan alternatif tentang unit usaha dan klasifikasi
jenis usaha. Unit usaha yang diajukan dapat berbadan hukum (PT dan LKM) maupun
tidak berbadan hukum.
d)
klasifikasi jenis usaha pada lokasi
Desa yang baru memulai usaha ekonomi Desa secara kolektif, disarankan untuk
merancang alternatif unit usaha BUM Desa dengan tipe pelayanan atau bisnis
sosial dan bisnis penyewaan. Kedua tipe unit
usaha BUM Desa ini relatif minim laba namun minim resiko kerugian bagi BUM
Desa.
e)
organisasi pengelola BUM Desa
termasuk dalam susunan kepengurusan (struktur organisasi dan nama pengurus).
Struktur organisasi menjadi bahan pembahasan dalam Musyawarah Desa dan nantinya
akan menjadi bagian substantif dalam Perdes tentang Pendirian BUM Desa. Adapun
susunan nama pengurus BUM Desa dipilih langsung dalam Musyawarah Desa agar
pengurus/pengelola BUM Desa mendapat legitimasi penuh dari warga Desa.
Kesepakatan atas subjek/orang dalam susunan kepengurusan BUM Desa selanjutnya
ditetapkan dalam Keputusan Kepala Desa. Susunan kepengurusan organisasi
pengelola BUM Desa terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas.
Penamaan susunan kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang
dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan.
f)
modal usaha BUM Desa. Modal awal
BUM Desa bersumber dari APB Desa. Modal BUM Desa terdiri atas penyertaan modal
Desa dan penyertaan modal masyarakat Desa.
g)
rancangan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga BUM Desa (AD/ART) dibahas dalam Musyawarah Desa dan hasil
naskah AD/ART itu diputuskan oleh Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Pasal
136 ayat (5) PP No. 47/2015. AD/ART tersebut dibahas dalam Musyawarah Desa agar
prakarsa masyarakat Desa tetap mendasari substansi AD/ART.
h)
pokok bahasan opsional tentang
rencana investasi Desa yang dilakukan oleh pihak luar dan nantinya dapat
dikelola oleh BUM Desa.
Ketiga,
penetapan Perdes tentang Pendirian BUM Desa (Lampiran: AD/ART sebagai bagian
tak-terpisahkandari Perdes). Susunan nama pengurus yang telah dipilih dalam
Musdes, dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam penyusunan surat keputusan
Kepala Desa tentang Susunan Kepengurusan BUM Desa.