KADER DESA: PENGGERAK
PRAKARSA MASYARAKAT DESA
UU DESA DAN KADERISASI
Asas rekognisi dan
subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan
menghormati hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa.
Konsekuensi dari asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas)
adalah lahirnya paradigma baru pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah
kesatuan masyarakat hukum, kini menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan
menggerakkan pembangunannya secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang
dimiliki. Selain itu, Desa kini menjadi ruang publik politik bagi warga desa
untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatn desa dan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan secara
mandiri.
Kewenangan desa
untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri mensyaratkan
adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola desa sebagai self
governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya secara
mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi
terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa
meliputi peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan
kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.
Sesuai amanat UU
Desa, pendampingan Desa harus dilakukan dengan paradigma penguatan masyarakat
Desa sebagai subjek. Dalam praksis kebijakan pemberdayaan
masyarakat sebelum UU Desa, kader-kader penggerak di Desa cenderung dibentuk
melalui penugasan dari supradesa, menjadi bagian dari prasyarat proyek, serta
bekerja didasarkan atas skema “petunjuk teknis” yang rinci. Desa baru pasca UU
Desa dicirikan oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari semula
berkarakter “kontrol dan mobilisasi-partisipasi”, berubah menjadi fasilitasi
gerapan pembaharuan Desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas
regoknisi dan subsidiaritas, pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik
warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan di desanya secara sukarela
sehingga arah gerak kehidupan di desa merupakan akualitas kepentingan bersama
yang dirumuskan secara musyawarah mufakat dalam semangat gotong royong.
PENGERTIAN KADER
Makna kata “kader” sebagaimana
lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah orang yang dibentuk untuk
memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki komitmen dan dedikasi
kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya. Dalam
konteks desa, Kader Desa adalah “orang kunci “ yang mengorganisir dan memimpin
rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat
aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran
masyarakat desa.
Kader-kader Desa
hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai kepala desa,
anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat; tokoh
agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin;
pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.
Konsisten dengan
mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga Desa itu sendiri
berkewajiban untuk melakukan “upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa”.
Fokus pendamping
desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk melakukan kaderisasi terhadap
komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD tertuang dalam ketentuan dalam
Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa. Pasal tersebut
menetapkan bahwa pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri
atas: a. tenaga pendamping profesional; b. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
(KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan demikian, KPMD merupakan pendamping
desa yang dipilih dari warga desa setempat, untuk bekerja mendampingi beragam
kegiatan di desanya secara mandiri. Bagan hubungan kerja antara KPMD dengan
pendamping profesional maupun pendampingan pihak ketiga adalah sebagai berikut:
Gambar:
Pelaku-pelaku Pendampingan Desa
Selain itu dalam
ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD dipilih dari
masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa untuk
ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa KPMD
merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan
melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi
masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan
sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.
KPMD selanjutnya
masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi Desa.
Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system
pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang
kuat,maju,mandiri,dandemokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya
menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaanmasyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itudijalankan
secara “melekat” melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.
Identitas KPMD
semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari kelompok masyarakat
Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD versi UU Desa
merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam
Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan
pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi,
pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang
sekiranya tepat untuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah “Kader
Desa” dan bukan “Kader di Desa”.
KADER DESA SEBAGAI INSTITUSI
WARGA
KPMD dapat disebut
sebagai institusi warga(civil
institution), yakni sebuah
institusi kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk
memerhatikan isu-isu publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan
adat-istiadat) serta sebagai wadah representasi dan partisipasi mereka untuk
memperjuangkan hak dan kepentingan maupun kewajiban warga desa. Spirit
kewargaan – sebagai jantung strong democracy – hadir dan dihadirkan oleh
KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi masyarakat sipil di ranah
desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya Pusat Kemasyarakatan (community
centre) sebagai ruang publik politik untuk memperluas jangkuan kaderisasi
Desa.
Kehadiran KPMD
sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya gotong royong
dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan lompatan baru.
Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan
mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai
organisasi bentukan supra desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang
bersifat korporatis, lembaga-lembaga masyarakat pun bersifat korporatis (PKK,
Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya). Kelemahan organisasi korporatis adalah
ketergantungan yang tinggi terhadap negara, sehingga setiap urusan desa yang
seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu diserahkan kepada negara untuk
menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga masyarakat yang bersifat
korporatis menjadi beban bagi negara.
Dalam ranah
kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi
korporatis menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar
bangsa dan negara dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa
Indonesia. Secara horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan
pembelajaran, musyawarah mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif
dalam diri warga desa untuk melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal,
KPMD memfasilitasi para pemimpin Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa,
memfasilitasi fungsi representasi dalam Musrenbang dan Musyawarah Desa,
memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan bagi masyarakat desa,
memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk kesejahteraan
masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan pangan,
penyediaan air bersih, dan lain-lain).
ORIENTASI
BARU KPMD
Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah
sebagai berikut.
PERTAMAKPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui
pengembangan kapasitas teknokratis dan pendidikan politik.KPMD
melakukan pengorganisasian pembangunan Desa dalam proses teknokratis mencakup
pengembangan pengetahuan dan keterampilan terhadap para pelaku desa dalam hal
pengelolaan perencanaan, penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi
dan sebagainya. KPMD melakukan pendidikan politik yang berorientasi pada
penguatan active and critical citizen, yakni warga desa yang aktif,
kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Hal ini antara lain merupakan
kaderisasi yang melahirkan kader-kader baru KPMD yang militan sebagai penggerak
pembangunan desa dan demokratisasi.
KEDUA pendampingan yang
dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus berorientasi politik.
Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting tetapi tidak cukup
untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD harus bersifat
politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan
KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk
memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi
dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100%
warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong
tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam
urusan desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya
menegakkan hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan
hak dan kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang
berorientasi politik ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem
desa menjadi lebih demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.
KETIGA para kader yang
tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi pembelajaran dan pengembangan
kapasitas, tetapi juga mengisi “ruang-ruang kosong” baik secara vertikal maupun
horizontal.
KPMD memiliki orientasi untuk mengisiruang kosong yang identik dengan membangun
“jembatan sosial” (social bridging) dan jembatan
politik (politicalbridging). Pada ranah desa, ruang kosong
vertikaladalah kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara
warga, pemerintah desa dan lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih
luas, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi antara desa dengan
pemerintah supra desa. Karena itu kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun
jembatan atau memfasilitasi engagement baik antara warga dengan
lembaga-lembagadesa maupun pemerintah desa, agar tercipta bangunan desa yang
kolektif, inklusif dan demokratis.
KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak
cukup dilakukan oleh aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional,
tetapi juga perlu melibatkan “pendamping pihak ketiga.Tak jarang
dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya metodologi pendampingan ketimbang
pendamping profesional. Pendamping profesional mungkin mampu
mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami keterbatasan dalam
melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kader-kader desa
dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat untuk melakukan
kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip “negara yang padat” (congested
state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka kesempatan
seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan bekerjasama dengan
unsur-unsur organisasi masyarakat sipil dan perusahaan. KPMD sudah saatnya
berkolaborasi dengan NGOs lokal, yang mempunyai tradisi dan jaringan dengan
NGOs nasional dan lembaga-lembaga internasional, agar KPMD semakin mempunyai
tradisi yang kuat dalam menerapkan pendekatan politik dalam pendampingan.
KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika
dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh kader-kader desa (KPMD). Pendampingan
secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun
pihak ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses ini harus
berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan
bertahun-tahun. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh
pendamping profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan kader-kader
desa yaitu KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan kader-kader KPMD lah yang
akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Lebih lanjut, KPMD akan
menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa. KPMD memiliki spirit
voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya kalau Desa
mengalokasikan insentif untuk para KPMD.
KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi
harus lentur dan kontekstual.Karakteristik
Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan mengacu pada asas
rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan tugasnya dengan
menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat.
Menemukan kader
desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD tidaklah mudah
karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkah-langkah
menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut.
Musyawarah Desa
Musyawarah desa
merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis desa. Secara
historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia. Salah
satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di tengah-tengah
masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa. Dalam
tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi
dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan sedapat
mungkin dapat dihindari munculnya riak-riak konflik di masyarakat. Selain model
rapat desa ada bentuk musyawarah daerah-daerah lain seperti Kerapatan Adat
Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di
Toraja, Paruman di Bali.
Secara politik
musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh Pemerintah
Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi yang
dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa
ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan
menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga
kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan
visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan
ditengah-tengah pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif,
kolutif, konfliktual, dan kemitraan.
Kader Desa ditemukan
dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus melakukan
deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk
membangun kebaikan bersama.
Pilihan atau
Inisiatif dari Pemerintah Desa.Kader Desa dapat ditemukan dalam
tipe kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa
parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader
desa yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka
partisipasi, anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap
sumberdaya ekonomi. Jika desa dikuasaisituasi kepemimpinan regresif, maka Kader
Desa yang mengemban amanat pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan
untuk ditemukan secara ideal. Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih
berdasarkan kepentingan Kepala Desa atau Pemerintah Desa.
Fasilitasi
Pendamping Desa. Pendamping lokalDesa bertugas untuk melakukan
fasilitasi (a) perencanaan pembangunan dan keuangan desa; (b) pelaksanaan pembangunan desa; (c) pengelolaan keuangan desa dalam rangka
pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; (d) evaluasi pelaksanaan
pembangunan desa; dan (e) pengawasan pembangunan desa. Dalam proses
pendampingan ini, warga Desa yang mampu berkomunikasi dan kolaborasi dengan pendamping
profesional lokal Desa berpotensi untuk menjadi Kader Desa.
PENGEMBANGAN KAPASITASKADER DESA
Untuk mengembangkan
kapasitas Kader Desa,Pemer-intah Desa dapat membentuk beragam lembaga
kemasyar-akatan sebagai wadah bagi warga mengaktualisasikan dir-inya sebagai
warga Desa. Lembaga-lembaga
tersebut dapat ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan. Sebagaimana selama ini, di Desa banyak
model-model lembaga kemasyarakatan, antara lain seperti Rukun Tetangga, Rukun
Warga, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat, dan sejenisn-ya. Lembaga
kemasyarakatan yang banyak terdapat di Desa itu idealnya harus bisa menjadi
arena masyarakat Desa un-tuk mengembangkan diri menjadi Kader Desa yang mampu
berperan untuk membangun desa. Lembaga-lembaga terse-but bisa menjadi ruang
bagi warga Desa merumuskan dan mengusung aspirasi mereka danberpartisipasi
dalam per-encanaan, pelaksanaan dan mengawal pembangunan Desa. Bagi Kader Desa,
lembaga-lembaga itu bisa menjadi arena pembelajaran untuk mengembangkan
kapasitas mereka menjadi kader-kader pemberdayaan masyarakat.
Selain bentuk
lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut, salah satunya misalnya bisa juga
dibentuk suatu lembaga yang menjadi pusat kegiatan kemasyarakatan (community
center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan
pendampingan atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping
desa semestinya dapat melakukan fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam
ini sebagai arena pusat pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader
desa. Pengembangan kapasitas Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping
profesional (eksternal) melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a.
memfasilitasi pembentukan pusat
kemasyarakatan (community center) dengan melibatkan KPMD sebagai ruang
publik untuk aktivitas bersama dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa;
b.
memfasilitasi pendayagunaan
sarana/prasarana milik desa seperti balai desa, gedung olah raga, gedung
pertemuan, lapangan olah raga, taman dll untuk dijadikan sebagai tempat/lokasi
diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan dengan melibatkan
KPMD;
c.
memfasilitasi unsur-unsur
masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan;
perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan; kelompok perajin; kelompok
perempuan; dan kelompok masyarakat miskin untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan yang diorganisir oleh KPMD;
d.
memfasilitasi terbentuknya forum
mitra desa dengan KPMD sebagai motor penggerak dimana mitra desa tersebut
terdiri dari para penggiat pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
e.
memfaslitasi forum mitra desa
bersama-sama dengan KPMD untuk membentuk pusat kemasyarakatan (community
center) di kecamatan dan kabupaten/kota;
f.
memfasilitasi forum mitra desa
bersama-sama dengan KPMD untuk membuat kegiatan-kegiatan pengabdian kepada
masyarakat sepeerti penerapan ilmu keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau seni tertentu untuk menunjang pengembangan konsep pembangunan nasional,
wilayah dan/atau daerah, pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan;
g.
memfasilitasi kegiatan kemitraan
dan pemberdayaan UKM usaha kecil dan menengah dengan melibatkan KPMD;dan
h.
kegiatan-kegiatan lain yang
strategis dalam rangka pengembangan pusat kemasyarakatan (communitycenter)
sesuai dengan kondisi lokal desa denganmelibatkan KPMD.
Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui
cara apapun, baik menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai
bagian dari program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti
mekanisme tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa
harus ditingkatkan kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU
Desa.
PENUTUP
Cara pandang
pendampingan Desa harus didasari spirit rekognisi-subsidiaritas Desa. Praksis
pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat Desa juga harus mengandung spirit
baru. Spirit baru itu harus ditunjukkan dalam sikap bahwa pendampingan akan
lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh
KPMD. Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak
ketiga dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD
yang piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara
emansipatoris.
Selanjutnya,
pendampingan oleh KPMD harus didorong untuk melakukan intervensi secara utuh
untuk memperkuat village driven development dan mewujudkan desa sebagai
self governing community yang maju, kuat, mandiridan demokratis. KPMD serta
isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa harus terkonsolidasi dalam sistem
desa. Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa,
serta perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada pembangunan
desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan, aset lokal,
dan KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain, desa
menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan
berpembangunan dimana KPMD berada didalamnya sebagai Kader Desa yang
inovatif-progresif.***
Sumber:Dindin
Abdullah Ghozali, 2015. Kader Desa:
Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
No comments:
Post a Comment