09 November 2017

KADER DESA: PENGGERAK PRAKARSA MASYARAKAT DESA



KADER DESA: PENGGERAK PRAKARSA MASYARAKAT DESA


UU DESA DAN KADERISASI

Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri.

Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.

Sesuai amanat UU Desa, pendampingan Desa harus dilakukan dengan paradigma penguatan masyarakat Desa sebagai subjek. Dalam praksis kebijakan pemberdayaan masyarakat sebelum UU Desa, kader-kader penggerak di Desa cenderung dibentuk melalui penugasan dari supradesa, menjadi bagian dari prasyarat proyek, serta bekerja didasarkan atas skema “petunjuk teknis” yang rinci. Desa baru pasca UU Desa dicirikan oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari semula berkarakter “kontrol dan mobilisasi-partisipasi”, berubah menjadi fasilitasi gerapan pembaharuan Desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas regoknisi dan subsidiaritas, pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah mufakat dalam semangat gotong royong.

PENGERTIAN KADER

Makna kata “kader” sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya. Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “orang kunci “ yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran masyarakat desa.

Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani; pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin; pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.

Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan “upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa”.

Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat, untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri. Bagan hubungan kerja antara KPMD dengan pendamping profesional maupun pendampingan pihak ketiga adalah sebagai berikut:


Gambar: Pelaku-pelaku Pendampingan Desa

Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.

KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang kuat,maju,mandiri,dandemokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaanmasyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itudijalankan secara “melekat” melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.

Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari kelompok masyarakat Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD versi UU Desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah “Kader Desa” dan bukan “Kader di Desa”.

KADER DESA SEBAGAI INSTITUSI WARGA

KPMD dapat disebut sebagai institusi warga(civil institution), yakni sebuah institusi kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan – sebagai jantung strong democracy – hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk memperluas jangkuan kaderisasi Desa.

Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya). Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara, sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara.

Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).

ORIENTASI BARU KPMD

Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebagai berikut.

PERTAMAKPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan kapasitas teknokratis dan pendidikan politik.KPMD melakukan pengorganisasian pembangunan Desa dalam proses teknokratis mencakup pengembangan pengetahuan dan keterampilan terhadap para pelaku desa dalam hal pengelolaan perencanaan, penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi dan sebagainya. KPMD melakukan pendidikan politik yang berorientasi pada penguatan active and critical citizen, yakni warga desa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Hal ini antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkan kader-kader baru KPMD yang militan sebagai penggerak pembangunan desa dan demokratisasi.

KEDUA pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100% warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.

KETIGA para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi “ruang-ruang kosong” baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD memiliki orientasi untuk mengisiruang kosong yang identik dengan membangun “jembatan sosial” (social bridging) dan jembatan politik (politicalbridging). Pada ranah desa, ruang kosong vertikaladalah kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah desa dan lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal adalah kekosongan interaksi antara desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi engagement baik antara warga dengan lembaga-lembagadesa maupun pemerintah desa, agar tercipta bangunan desa yang kolektif, inklusif dan demokratis.

KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan “pendamping pihak ketiga.Tak jarang dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional. Pendamping profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kader-kader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip “negara yang padat” (congested state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan bekerjasama dengan unsur-unsur organisasi masyarakat sipil dan perusahaan. KPMD sudah saatnya berkolaborasi dengan NGOs lokal, yang mempunyai tradisi dan jaringan dengan NGOs nasional dan lembaga-lembaga internasional, agar KPMD semakin mempunyai tradisi yang kuat dalam menerapkan pendekatan politik dalam pendampingan.

KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh kader-kader desa (KPMD). Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses ini harus berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan bertahun-tahun. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh pendamping profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan kader-kader desa yaitu KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan kader-kader KPMD lah yang akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Lebih lanjut, KPMD akan menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa. KPMD memiliki spirit voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya kalau Desa mengalokasikan insentif untuk para KPMD.

KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan kontekstual.Karakteristik Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan mengacu pada asas rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan tugasnya dengan menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat.

MENEMUKAN KADER DESA

Menemukan kader desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD tidaklah mudah karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkah-langkah menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut.

Musyawarah Desa
Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di tengah-tengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan sedapat mungkin dapat dihindari munculnya riak-riak konflik di masyarakat. Selain model rapat desa ada bentuk musyawarah daerah-daerah lain seperti Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di Toraja, Paruman di Bali.

Secara politik musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh Pemerintah Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi yang dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan ditengah-tengah pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif, kolutif, konfliktual, dan kemitraan.

Kader Desa ditemukan dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus melakukan deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk membangun kebaikan bersama.

Pilihan atau Inisiatif dari Pemerintah Desa.Kader Desa dapat ditemukan dalam tipe kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader desa yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka partisipasi, anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap sumberdaya ekonomi. Jika desa dikuasaisituasi kepemimpinan regresif, maka Kader Desa yang mengemban amanat pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan untuk ditemukan secara ideal. Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih berdasarkan kepentingan Kepala Desa atau Pemerintah Desa.

Fasilitasi Pendamping Desa. Pendamping lokalDesa bertugas untuk melakukan fasilitasi (a) perencanaan pembangunan dan keuangan desa; (b) pelaksanaan pembangunan desa; (c) pengelolaan keuangan desa dalam rangka pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; (d) evaluasi pelaksanaan pembangunan desa; dan (e) pengawasan pembangunan desa. Dalam proses pendampingan ini, warga Desa yang mampu berkomunikasi dan kolaborasi dengan pendamping profesional lokal Desa berpotensi untuk menjadi Kader Desa.

PENGEMBANGAN KAPASITASKADER DESA

Untuk mengembangkan kapasitas Kader Desa,Pemer-intah Desa dapat membentuk beragam lembaga kemasyar-akatan sebagai wadah bagi warga mengaktualisasikan dir-inya sebagai warga Desa. Lembaga-lembaga tersebut dapat ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Sebagaimana selama ini, di Desa banyak model-model lembaga kemasyarakatan, antara lain seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, karang taruna, lembaga pemberdayaan masyarakat, dan sejenisn-ya. Lembaga kemasyarakatan yang banyak terdapat di Desa itu idealnya harus bisa menjadi arena masyarakat Desa un-tuk mengembangkan diri menjadi Kader Desa yang mampu berperan untuk membangun desa. Lembaga-lembaga terse-but bisa menjadi ruang bagi warga Desa merumuskan dan mengusung aspirasi mereka danberpartisipasi dalam per-encanaan, pelaksanaan dan mengawal pembangunan Desa. Bagi Kader Desa, lembaga-lembaga itu bisa menjadi arena pembelajaran untuk mengembangkan kapasitas mereka menjadi kader-kader pemberdayaan masyarakat.

Selain bentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut, salah satunya misalnya bisa juga dibentuk suatu lembaga yang menjadi pusat kegiatan kemasyarakatan (community center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan pendampingan atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a.       memfasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center) dengan melibatkan KPMD sebagai ruang publik untuk aktivitas bersama dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
b.      memfasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik desa seperti balai desa, gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga, taman dll untuk dijadikan sebagai tempat/lokasi diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan dengan melibatkan KPMD;
c.       memfasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan; kelompok perajin; kelompok perempuan; dan kelompok masyarakat miskin untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan yang diorganisir oleh KPMD;
d.      memfasilitasi terbentuknya forum mitra desa dengan KPMD sebagai motor penggerak dimana mitra desa tersebut terdiri dari para penggiat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
e.       memfaslitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membentuk pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan dan kabupaten/kota;
f.        memfasilitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membuat kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat sepeerti penerapan ilmu keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu untuk menunjang pengembangan konsep pembangunan nasional, wilayah dan/atau daerah, pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan;
g.      memfasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan UKM usaha kecil dan menengah dengan melibatkan KPMD;dan
h.      kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan pusat kemasyarakatan (communitycenter) sesuai dengan kondisi lokal desa denganmelibatkan KPMD.

Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa.

PENUTUP

Cara pandang pendampingan Desa harus didasari spirit rekognisi-subsidiaritas Desa. Praksis pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat Desa juga harus mengandung spirit baru. Spirit baru itu harus ditunjukkan dalam sikap bahwa pendampingan akan lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD. Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.

Selanjutnya, pendampingan oleh KPMD harus didorong untuk melakukan intervensi secara utuh untuk memperkuat village driven development dan mewujudkan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiridan demokratis. KPMD serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa harus terkonsolidasi dalam sistem desa. Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa, serta perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada pembangunan desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan, aset lokal, dan KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain, desa menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan berpembangunan dimana KPMD berada didalamnya sebagai Kader Desa yang inovatif-progresif.***

Sumber:Dindin Abdullah Ghozali, 2015. Kader Desa: Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.

No comments:

Post a Comment