Pancasila Dan Tahlilan
Diriwayatkan ‘bil makna’ dari beberapa kiai, yang meriwayatkan bahwa KH. Yasin Yusuf telah memberikan penafsiran sederhana dan unik tentang Pancasila yang dikaitkan dengan tradisi amaliyah warga NU yaitu Tahlilan. Kiai Yasin Yusuf dalam satu ceramahnya pernah menyampaikan:
“Kalau kita ingin melihat pelaksanaan Pancasila yang benar dan tepat, maka lihatlah orang-orang tahlilan yang biasanya diamalkan.
Pesan di atas memiliki makna mendalam, antara lain: Pertama, orang tahlilan itu pasti baca surat al-Ikhlas yang berbunyi “Qulhu Allohu Ahad Allohush Shomad”, yang di situ mengandung makna “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan, di dalam tahlil pasti dibaca. Yang artinya, Tuhan itu satu, La ilaha illallah, tiada tuhan selain Allah.
Kedua, orang tahlilan di lingkungan NU itu siapapun boleh datang dan ikut, tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan bisa tahlil apa tidak. Bahkan abangan atau non muslim atau orang yang membid’ah-bid’ahkan tahlil pun juga dipersilakan ikut. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.
Ketiga, apabila kita datang di kampung-kampung, orang tahlilan itu duduknya bersila semua. Tidak dibedakan duduknya baik pejabat, kiai, santri, dan orang biasa. Semuanya duduk bersila, rata. Di samping duduknya bersila semua, rangkaian dzikir-dzikir yang dibaca pun sama dan seragam, cara bacanya pun bareng. Itulah “Persatuan Indonesia” terdapat dalam sila ke tiga Pancasila.
Keempat, setelah itu, menjelang dimulai, di sanalah mereka mencari pemimpin, mereka saling tuding dan saling tunjuk, tapi juga saling menolak jika ditunjuk. Satunya bilang “Anda saja yang mimpin” dan yang lainnya juga bilang “Anda yang lebih pantas”, Di sinilah terjadi musyawarah kecil-kecilan mencari seorang pemimpin tahlil. Setelah satu orang terpilih, maka dialah yang memimpin tahlil. Itulah “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.”
Kelima, setelah tahlil selesai, “berkat” (bingkisan berupa makanan) dikeluarkan untuk diberikan kepada orang-orang yang tahlillan. Semuanya mendapatkan “berkat” yang sama tanpa ada perbedaan baik dalam bentuk, tampilan dan isinya, semuanya sama. Itulah makna “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Walaupun memang terkadang ada sedikit tambahan “Berkat” buat yang mimpin.
Begitulah cara Kiai Yasin Yusuf dalam memberikan pemahaman baik kepada masyarakat. Analogi, contoh-contoh, serta guyonan-guyonan segar selalu dihadirkan untuk menyampaikan pesan agar dapat diterima secara utuh oleh masyarakat.
Kiai Yasin Yusuf wafat pada tanggal 6 Juli 1992 dan dimakamkan di Desa Tambak, Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, sekitar 17 kilometer selatan kota Kediri. Makam itu dikenal dengan makam para ulama. Makam beliau berdampingan dengan makam KH. Ahmad Shiddiq (Rais Am PBNU 1984-1991) dan KH. Hamim Djazuli (Gus Miek) dari Pesantren Ploso Kediri.
Sumber : http://www.muslimoderat.net/2017/04/kh-yasin-yusuf-blitar-waliyullah-penuh-karomah.html#ixzz4fY4fVJNA
No comments:
Post a Comment